Makalah Pengantar Ekonomi Mikro Islam
PEMBAHASAN
A. Definisi Ekonomi Mikro Islam
Definisi ekonomi mikro tidaklah lagi sebagaimana definisi umum yang biasa kita kenal dalam buku-buku mengenai keduanya. Yaitu ekonomi mikro disebutkan sebagai teori yang menelaah kegiatan ekonomi secara individual dari sudut pandang hubungan antara produksi, konsumsi, harga, permintaan dan penawaran. Tidaklah demikian. Sebagaimana sejarah menyebutkan, maka definisi dari ekonomi mikro dapat kita definisikan dengan definisi yang lebih akurat, yakni sebagai berikut:
1. Bahwa Ekonomi Mikro adalah:
“Teori ekonomi yang menelaah kegiatan ekonomi antar individu dalam suatu masyarakat, yang apabila teori tersebut dipraktekkan dalam kehidupan nyata pasti akan menimbulkan masalah, yang masalah tersebut tidak akan pernah dapat terselesaikan dengan cara apapun juga.”[2]
Apabila ada sebuah solusi yang mampu meredam gejolak masalah tersebut, pasti dikemudian hari masalah tersebut akan muncul kembali dengan permasalahan yang jauh lebih besar.
B. Ruang Lingkup Ekonomi Mikro Islam
Pada dataran teoritis, ada beberapa pokok bahasan ilmu mikro ekonomi yang telah menjadi kajian dari sudut pandang ilmu ekonomi Islam, diantaranya adalah:[3]
1. Asumsi Rasionalitas dalam Ekonomi Islami
a. Perluasan konsep Rasionalitas melalui persyaratan transitivitas dan pengaruh infak (sedekah) terhadap utilitas.
b. Perluasan spektrum utilitas oleh nilai Islam tentang halal dan haram
c. Pelonggaran persyaratan kontinuitas, misal permintaan barang haram ketika keadaan darurat.
d. Perluasan horison waktu (kebalikan konsep time value of money)
2. Teori Permintaan Islami
a. Peningkatan Utilitas antara barang halal dan haram.
b. Corner Solution untuk pilihan halal-haram.
c. Permintaan barang haram dalam keadaan darurat (tidak optimal)
3. Teori Produksi Islami
a. Perbandingan pengaruh sistem bunga dan bagi hasil terhadap biaya produksi,
b. Pendapatan, dan efisiensi produksi.
4. Teori Penawaran Islami
a. Perbandingan pengaruh pajak penjualan dan zakat perniagaan terhadap surplus produsen.
b. Internalisasi Biaya Eksternal.
c. Penerapan Biaya Kompensasi, batas ukuran, atau daur ulang.
5. Mekanisme Pasar Islami
a. Mekanisme pasar menurut Abu Yusuf, al-Ghazaly, Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun.
b. Mekanisme pasar Islami dan intervensi harga Islami.
. Intervensi harga yang adil dan zalim.
6. Efisiensi Alokasi dan Distribusi Pendapatan
a. Infak dan maksimalisasi utilitas
b. Superioritas sistem ekonomi Islam
Diskursus ilmu mikro ekonomi ini masih memiliki kekurangan mendasar karena seringkali diadopsi dari model yang dipergunakan dalam ekonomi konvensional sehingga tidak selalu sesuai dengan asumsi paradigmatiknya. Lebih-lebih lagi, pengujian empiris terhadap model-model ini tidak mungkin dilakukan sekarang karena tidak adanya sebuah perekonomian yang benar-benar islami atau yang mendekatinya, dan juga tidak tersedianya data yang diperlukan untuk pengujian tersebut. Sangat sedikit kajian yang memperlihatkan bagaimana aktivitas perekonomian muslim beroperasi pada zaman dahulu. Bahkan kajian empiris terhadap masyarakat muslim modern di negara-negara muslim maupun nonmuslim dari perspektif Islam juga amat jarang.
Namun demikian, ini tidak berarti mengurangi minat dan semangat kita mengembangkan ilmu Ekonomi Islam. Kerangka hipotesis yang telah terintis dapat berfungsi sebagai tujuan yang berguna dalam menyediakan bangunan teoritis bagi ilmu Ekonomi Islam dan mengidentifikasi keunggulan dan kelemahan suatu perekonomian islam, ketika kelak hal itu telah dipraktekkan di suatu negara. Hanya dengan mengembangkan mikroekonomi yang sesuai dengan paradigma Islamlah yang akan meneguhkan identitas unik Ekonomi Islam. Oleh karena itu, “Konstruksi teori mikroekonomi di bawah batasan-batasan Islam merupakan tugas yang paling menantang di depan ilmu Ekonomi Islam”.
C. Karakteristik ekonomi mikro islam
1. Ekonomi Islam pengaturannya bersifat ketuhanan/ilahiah (nizhamun rabbaniyyun), mengingat dasar-dasar pengaturannya yang tidak diletakkan oleh manusia, akan tetapi didasarkan pada aturan-aturan yang ditetapkan Allah s.w.t. sebagaimana terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Jadi, berbeda dengan hukum ekonomi lainnya yakni kapitalis (ra’simaliyah; capitalistic) dan sosialis (syuyu`iyah; socialistic) yang tata aturannya semata-mata didasarkan atas konsep-konsep/teori-teori yang dihadirkan oleh manusia (para ekonom).
2. Dalam Islam, ekonomi hanya merupakan satu titik bahagian dari al-Islam secara keseluruhan (juz’un min al-Islam as-syamil). Oleh karena ekonomi itu hanya merupakan salah satu bagian atau tepatnya sub sistem dari al-Islam yang bersifat komprehensip (al-Islam as-syamil), maka ini artinya tidaklah mungkin memisahkan persoalan ekonomi dari rangkaian ajaran Islam secara keseluruhan yang bersifat utuh dan menyeluruh (holistik). Misalnya saja, karena Islam itu agama akidah dan agama akhlak di samping agama syariah (muamalah), maka ekonomi Islam tidak boleh terlepas apalagi dilepaskan dari ikatannya dengan sistem akidah dan sistem akhlaq (etika) di samping hukum. Itulah sebabnya seperti akan dibahas pada waktunya nanti, mengapa ekonomi Islam tetap dibangun di atas asas-asas akadiah (al-asas al-`aqa’idiyyah) dan asas-asas etika-moral (al-asas akhlaqiyyah) yang lainnya.
3. Ekonomi berdimensi akidah atau keakidahan (iqtishadun `aqdiyyun), mengingat ekonomi Islam itu pada dasarnya terbit atau lahir (sebagai ekspresi) dari akidah Islamiah (al-`aqidah sl-Islamiyyah) yang di dalamnya akan dimintakan pertanggung-jawaban terhadap akidah yang diyakininya. Atas dasar ini maka seorang Muslim (menjadi) terikat dengan sebagian kewajibannya semisal zakat, sedekah dan lain-lain walaupun dia sendiri harus kehilangan sebagian kepentingan dunianya karena lebih cenderung untuk mendapatkan pahala dari Allah s.w.t. di hari kiamat kelak.
4. Berkarakter ta`abbudi (thabi`un ta`abbudiyun). Mengingat ekonomi Islam itu merupakan tata aturan yang berdimensikan ketuhanan (nizham rabbani), dan setiap ketaatan kepada salah satu dari sekian banyak aturan-aturan Nya adalah berarti ketaatan kepada Allah s.w.t., dan setiap ketaatan kepada Allah itu adalah ibadah. Dengan demikian maka penerapan aturan-aturan ekonomi Islam (al-iqtishad al-Islami) adalah juga mengandung nilai-nilai ibadah dalam konteksnya yang sangat luas dan umum.
5. Terkait erat dengan akhlak (murtabithun bil-akhlaq), Islam tidak pernah memprediksi kemungkinan ada pemisahan antara akhlak dan ekonomi, juga tidak pernah memetakan pembangunan ekonomi dalam lindungan Islam yang tanpa akhlak. Itulah sebabnya mengapa dalam Islam kita tidak akan pernah menemukan aktivitas ekonomi seperti perdagangan, perkreditan dan lain-lain yang semata-mata murni kegiatan ekonomi sebagaimana terdapat di dalam ekonomi non Islam. Dalam Islam, kegiatan ekonomi sama sekali tidak boleh lepas dari kendali akhlaq (etika-moral) yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari ajaran Islam secara keseluruhan.
6. Elastis (al-murunah), dalam pengertian mampu berkembang secara perlahan-lahan atau evolusi. Kekhususan al-murunah ini didasarkan pada kenyataan bahwa baik al-Qur’an maupun al-Hadits, yang keduanya dijadikan sebagai sumber asasi ekonomi, tidak memberikan doktrin ekonomi secara tekstual akan tetapi hanya memberikan garis-garis besar yang bersifat instruktif guna mengarahkan perekonomian Islam secara global. Sedangkan implementasinya secara riil di lapangan diserahkan kepada kesepakatan sosial (masyarakat ekonomi) sepanjang tidak menyalahi cita-cita syari`at (maqashid as-syari`ah).
7. Objektif (al-maudhu`iyyah), dalam pengertian, Islam mengajarkan umatnya supaya berlaku dan bertindak obyekektif dalam melakukan aktifitas ekonomi. Aktivitas ekonomi pada hakekatnya adalah merupakan pelaksanaan amanat yang harus dipenuhi oleh setiap pelaku ekonomi tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, warna kulit, etnik, agama/kepercayaan dan lain-lain. Bahkan terhadap musuh sekalipun di samping terhadap kawan dekat. Itulah sebabnya mengapa monopoli misalnya dilarang dalam Islam. Termasuk ke dalam hal yang dilarang ialah perlakuan dumping dalam berdagang/berbisnis.
8. Memiliki target sasaran/tujuan yang lebih tinggi (al-hadaf as-sami). Berlainan dengan sistem ekonomi non Islam yang semata-mata hanya untuk mengejar kepuasan materi (ar-rafahiyah al-maddiyah), ekonomi Islam memiliki sasaran yang lebih jauh yakni merealisasikan kehidupan kerohanian yang lebih tinggi (berkualitas) dan pendidikan kejiwaan.
9. Realistis (al-waqi`iyyah). Prakiraan (forcasting) ekonomi khususnya prakiraan bisnis tidak selamanya sesuai antara teori di satu sisi dengan praktek pada sisi yang lain. Dalam hal-hal tertentu, sangat dimungkinkan terjadi pengecualian atau bahkan penyimpangan dari hal-hal yang semestinya. Misalnya, dalam keadaan normal, Islam mengharamkan praktek jual-beli barang-barang yang diharamkan untuk mengonsumsinya, tetapi dalam keadaan darurat (ada kebutuhan sangat mendesak) pelarangan itu bisa jadi diturunkan statusnya menjadi boleh atau sekurang-kurangnya tidak berdosa.
10. Harta kekayaan itu pada hakekatnya adalah milik Alah s.w.t. Dalam prinsip ini terkandung maksud bahwa kepemilikan seseorang terhadap harta kekayaan (al-amwal) tidaklah bersifat mutlak. Itulah sebabnya mengapa dalam Islam pendayagunaan harta kekayaan itu tetap harus diklola dan dimanfaatkan sesuai dengan tuntunan Sang Maha Pemilik yaitu Allah s.w.t. Atas dalih apapun, seseorang tidak bolehbertindak sewenag-wenang dalam mentasarrufkan (membelanjakan) harta kekayaannya, termasuk dengan dalih bahwa harta kekayaan itu milik pribadinya.
11. Memiliki kecakapan dalam mengelola harta kekayaan (tarsyid istikhdam al-mal). Para pemilik harta perlu memiliki kecerdasan/kepiawaian dalam mengelola atau mengatur harta kekayaannya semisal berlaku hemat dalam berbelanja, tidak menyerahkan harta kepada orang yang belum/tidak mengerti tentang pendayagunaannya, dan tidak membelanjakan hartanya ke dalam hal-hal yang diharamkan agama, serta tidak menggunakannya pada hal-hal yang akan merugikan orang lain. [4]
D. Adapun nilai–nilai yang menjadi dasar membangun teori ekonomi Islam.
1. Yang pertama adalah Tauhid atau keesahan Tuhan merupakan fondasi ajaran Islam. Dengan tauhid, manusia menyadari bahwasanya ada batasan pada dirinya, bahwasanya hanya Allah-lah yang memiliki segalanya, termasuk manusia itu sendiri sebagai makhluk ciptaan-Nya. Allah adalah pemilik hakiki, manusia hanyalah diberi amanah untuk “memiliki” dalam sementara waktu saja. Tujuan diciptakannya manusia hanya untuk beribadah kepadaNya, karena itu segala aktivitas manusia dalam hubungannya dengan alam(sumber daya) dan manusia(muamalah) dibingkai dengan kerangka hubungan dengan Allah. Karena kepadaNya kita akan mempertanggung jawabkan segala perbuatan kita, termasuk aktivitas ekonomi dan bisnis.
2. Nilai yang kedua adalah ‘Adl atau keadilan. Allah adalah pencipta segala sesuatu, dan adil adalah salah satu sifatNya, Dia tidak membeda-bedakan perlakuan terhadap makhlukNya. Karenanya manusia sebagai khalifah di muka bumi, sudah mnjadi kewajiban bagi manusia untuk memelihara hokum Allah di bumi. Dalam Islam adil diartikan sebagai “tidak mendzalimi dan tidak didzalimi”. Dari nilai ini manusia diajarkan untuk tidak boleh mengejar keuntungan pribadi bila hal itu merugikan orang lain.
3. Nilai yang ketiga adalah Nubuwwah atau kenabian. Allah mengutus para nabi dan rasulNya untuk menyampaikan petunjukNya kepada manusia tentang bagaimana hidup yang baik dan benar di dunia. Fungsi rasul adalah untuk menjadi model terbaik yang harus diteladani manusia untuk selamat di dunia dan akhirat. Untuk umat Muslim, Allah telah menciptakan model terbaik, yaitu nabi Muhammad Saw. Untuk diteladani sampai akhir zaman. Sifat-sifat utama sang model yang harus diteladani oleh manusia pada umumnya dan pelaku ekonomi dan bisnis pada khususnya, adalah siddiq, amanah, fathanah, tabligh. Bila ekonom Muslim akan menyusun teori dan proposisinya, maka hal yang harus menjadi pegangan adalah bahwa semua yang dating dari Allah dan RasulNya pasti benar.
4. Nilai yang keempat, Khilafah atau pemerintahan. Allah berfirman bahwa manusia diciptakan untuk menjadi khalifah yang berarti menjadi pemimpin dan pemakmur di bumi. Fungi utama nilai ini adalah untuk menjaga keteraturan interaksi(muamalah) anatar kelompok termasuk dalam bidangekonomi agar kekacauan dan keributan dapat dihilangkan. Dalam Islam pemerintah memainkan peranan yang kecil tetapi sangat penting dalam perekonomian. Yaitu untuk menjamin perekonomian agar berjalan sesuai dengan syariah, dan untuk memastikan supaya tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak manusia yang keseluruhannya dalam kerangka mencapai maqashid al-syari’ah(tujuan syariah). Hal yang dapat dicapai dengan melindungi keimanan, jiwa, akal, kehormatan, dan kekayaan manusia.
5. Nilai yang kelima, Ma’ad atau hasil. Secara harfiah berarti kembali, karena pada akkanya kita semua akan kembali kepada Allah. Pandangan dunia yang khas dari seorang Muslim adalah”dunia hanyalah ladang akhirat”. Karena itu Allah melarag kita untuk terikat pada dunia, sebab jika dibandingkan dengan kesenangan di akhirat, kesenangan dunia tidaklah seberapa. Ma’ad dapat diartika juga sebagai imbalan, implikasi nilai ini dalam kehidupan ekonomi dan bisnis misalnya, diformulasikan oleh Imam Al-Ghazali yang menyatakan bahwa para pelaku bisnis adalah untuk mendapatkan laba. Laba dunia dan akhirat, karena itukonsep profit mendapat legitimasi dalam Islam.
Kelima nilai yang telah diuraikan dapat menjadi dasar inspirasi untuk menyusun teori dan proposisi ekonomi Islam. Disamping kelima nilai tersebut, terdapat tiga prinsip derivatif yang menjadi ciri-ciri sistem ekonomi Islam. [5]
a. Prinsip pertama adalah Multitype Ownership atau kepemilikan multijenis yang berdasar dari nilai tauhid dan adil. Dala siste kapitalis, prinsip umum yang berlaku adalah kepemilikan swasta, dalam sistem sosialis kepemilikan negara, sedangkan dalam Islam belaku prinsip multijenis yang mengakui bentuk kepemilikan swasta dan negara atau campuran.
b. Prinsip kedua yakni Freedom to act atau kebebasan bertindak adalah prinsip yang berdasar pada nilai nubuwwah. Keempat nilai nubuwwah bila digabungkan dengan nilai keadilan dan khalifah akan melahirkan prinsip freedom to act pada tiap Muslim, khususnya pelaku bisnis dan ekonomi. Freedom to act bagi tiap individu akan menciptakan mekanisme pasar dalam perekonomian, karena mekanisme pasar adalah sebuah keharusan dalam Islam dengan syarat tidak adanya distorsi(pendzaliman). Distorsi tersebut dapat dikurangi dengan penghayatan nilai keadilan. Penegakan nilai keadilan dapat dilakukan dengan melarang semua mafsadah, riba, gharar, tadlis, maysir. Negara minimal bisa meminimalkan market distorsion ini, dengan demikian Negara atau pemerintah bertindak sebagai wasit yang megawasi ineraksi para pelaku ekonomi dan bisnis supaya tidak ada pihak yang didzalimi atau terdzalimi dan akhirya akan tercipta iklim ekonomi dan bisnis yang sehat.
Kemudian prinsip yang ketiga adalah Social justice atau keadilan sosial yang berasal dari gabungan nilai khilafah dan ma’ad. Dalam Islam,pemerinta bertanggung jawab menamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya dan mampu menciptakan keseimbangan social antara yang kaya dan yang miskin. Semua sistem ekonomi brtujuan untuk menciptakan system perekonomian yang adil. Sistem yang baik adalah system yang dengan egas dan konsisten menjalankan keadilan. Dalam Islam, keadilan diartikan dengan suka sama suka dan satu pihak tidak mendzalimi pihak yang lain. Islam menganut system ekonomi pasar, namun tidak semuanya diserahkan pada mekanisme harga. Karena segala distorsi tidak semuanya dapat diselesaikan, maka Islam memolehkan adanya inervensi, bak berupa intervensi harga maupun pasar. Selain itu Islam juga melengkapi perangkat berupa instrumen kebijakan yang difungsikan untuk mengatasi segala distorsi yang muncul.
E. Asumsi realitas EMI dalam islam
Sejauh kita memandang antara ekonomi konvensional dan ekonomi Islam, keduanya tidak akan pernah mungkin untuk dikompromikan, karena masing-masing didasari pada pandangan yang berbeda. Dimana ekonomi konvensional melihat ilmu sebagai sesuatu yang secular(orientasi hanya pada kehidupan dunia), sementara ekonomi Islam justru dibangun atas, atau paling tidak diwarnai oleh prinsip-prinsip religious(orientasi pada kehidupan dunia dan akhirat). Dalam paradigma ekonomi Islam, para ekonom Muslim tidak menghadapi masalah perbedaan yang berarti. Namun hal itu terjadi manakala mereka diminta untuk menjelaskan bagaimana konsep ekonomi Islam itu. Hingga saat ini pemikiran tersebut dibagi dalam 3 madzab. Madzab Baqir as-Sadr, Mainstream, dan Alternatif-kritis.[6]
1. Madzab Baqir as-Sadr
Madzab Baqir as-Sadr, ilmu ekonomi tidak akan bisa sejalan dengan Islam, keduanya tidak bisa disatukan karena adanya perbedaan filosofi yang saling kontradiktif. Madzab Baqir menolak tentang masalah ekonomi yang muncul karena adanya keinginan manusia yang tak terbatas sementara sumber daya untuk memenuhinya terbatas. Karena menurut mereka Islam tidak mengenal adanya sumber daya yang terbatas berdasarkan Al-Qur’an surat Al-Qamar : 49. Juga pada masalah keinginan manusia yang tidak terbatas, manusia akan berhenti minum apabila dahaganya sudah terpuasakan. Karena itu pula madzab ini berpendapat sebenarnya keinginan manusia itu terbatas. Menurut mereka, istilah ekonomi Islam itu sendiri adalah salah, menyesatkan dan kontradiktif dan arusdihetikan. Mereka memberikan solusi untuk menggantinya dengan “iqtishad” yang secara harfiah berarti equilibrium atau keseimbangan. Madzab ini berusaha untuk menyusunteori-teori baru dalam ekonomi yang langsung didasari dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
2. Madzab Mainstream
Madzab Mainstream, Madzab ini justru setuju bahwa asalah ekonomi muncul karena sumber daya yang terbatas yang dihdapkan pada keinginan manusia yang tidak terbatas. Mereka mendasari hal tersebut dari dalil di Al-Qur’an surat Al-Baqarah : 155 dan At-Takaatsur : 1-5. Dan dari sabda nabi bahwa manusia tidak akan pernah puas bila diberikan emas satu lembah maka ia akan meminta dua lembah. Secara alami konsep atau pandangan madzab ini untuk masalah ekonomi tidak ada bedanya dengan pandangan konvensional. Namun, cara menyelesaikan masalah ekonomi tersebut, madzab ini berbeda. Dalam ekonomi konvensional, dalam masalah sumberdaya yang terbatas dan keinginan yang tak terbatas menuntut manusia untuk melakukan pilihan atas keinginannya, dan harus bisa memprioritaskan keinginannya yang palig penting. Pilihan tersebut dilakukan berdasar selera masing-masing individu, mereka boleh mempertimbangkan tuntutan agama, maupun tidak, atau secara tidak langsung mereka mempertuhankan hawa nafsunya. Beda dengan ekonomi Islam, pilihan tersebut tidak dilakukan karena selera atau kemauan, tapi dipandu oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah. Salah satu tokoh terkenalnya, Umer Chapra berpendapat bahwa usaha untuk mengembangkan ekonomi Islam bukan berarti harus menghapus konsep ekonomi konvensional. Karena bahwasanya mengambil hal-hal baik dan bermanfaat yang dihasilkan dari bangsa dan budaya non-Islam sama sekali tidak diharamkan.
3. Madzab Alternatif-Kritis
Madzab Alternatif-Kritis, Madzab yang mengkritik kedua madzab sebelumnya. Madzab Baqir dikritik sebagai madzab yang berusaha menemukan sesuatu yang baru yang mestinya sudah ditemuka orang lain, mengganti teori lama degan teori baru. Sedangkan madzab Mainstream dikritik sebagai jiplakan ekonomi neoklasik dega menghilangkan variable riba dan memasukkan variable zakat serta niat. Mereka yang mengikuti madzab Alternatif-Kritis berpendapat kritik bukan hanya dilakukan terhadap sosialisme dan kapitalisme, tetapi juga terhadap ekonomi Islam itu sendiri. Mereka yakin bahwa Islam pasti benar tapi tidak untuk ekonomi Islam, karena itu hanyalah hasil tafsiran manusia atas Al-Qur’an dan As-Sunnah, sehingga nilai kebenarannya tidak mutlak. Proposisi dan teori yang diajukan oleh ekonomi Islam harus selalu diuji kebenarannya sebagaimana yang dilakukan terhadap ekonomi konvensional. Walaupun pemikran para pakar tentang ekonomi Islam terbagi menjadi tiga madzab, pada dasarnya mereka setuju dengan prinsip-prinsip umum yang mendasari, prinsip-prinsip yang membentuk keseluruhan kerangka ekonomi Islam. Kerangka tersebut didasari atas lima nilai universal teori ekonomi yang kemudian menjadi dasar inspirasi untuk menyusun proposisi dan teori ekonomi Islam. Namun tiada guna apabila teori-teori tersebut tidak diterapkan menadi system, al itu menjadika ekonomi Islam hanya sebagai kajian ilmu saja. Karena itu, dari lima nilai universal tersebut dibangunlah tiga prinsip derivatif yang menadi ciri dan cikal bakal ekonomi Islam. Di atas semua nilai dan prinsip sebelumnya, dibangunlah konsep yang memayungi semuanya, yakni konsep akhlak. Akhlak menempati posisi puncak, karena inilah yang menjadi tujuan Islam dan dakwah para nabi yakni unuk menyempurnakan akhlak manusia. Akhlak inilah yang menjadi panduan para pelaku ekonomi dan bisnis dalam melakukan aktivitasnya.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ilmu Ekonomi Mikro adalah penerapan ilmu ekonomi dalam perilaku individual sebagai konsumen, produsen maupun sebagai tenaga kerja, serta implikasi kebijakan pemerintah untuk mempengaruhi perilaku tersebut.
Ruang Lingkup Ekonomi Mikro Islam diantaranya adalah Asumsi Rasionalitas dalam Ekonomi Islami, Teori Permintaan Islami, Teori Produksi Islam, Teori Penawaran Islam, Mekanisme Pasar Islami, Efisiensi Alokasi dan Distribusi Pendapatan.
Karakteristik Ekonomi Mikro Islam diantaranya adalah Ekonomi Islam pengaturannya bersifat ketuhanan/ilahiah, ekonomi hanya merupakan satu titik bahagian dari al-Islam secara keseluruhan (juz’un min al-Islam as-syamil), Terkait erat dengan akhlak (murtabithun bil-akhlaq), Elastis (al-murunah), dalam pengertian mampu berkembang secara perlahan-lahan atau evolusi, Objektif (al-maudhu`iyyah), Memiliki target sasaran/tujuan yang lebih tinggi (al-hadaf as-sami), Realistis (al-waqi`iyyah), Harta kekayaan itu pada hakekatnya adalah milik Alah s.w.t., Memiliki kecakapan dalam mengelola harta kekayaan (tarsyid istikhdam al-mal).
DAFTAR PUSTAKA
Ir. Adiwarman A. Karim, 2010, Mikro ekonomi islam, Jakarta : RajaGrafindo Persada
Prof. Dr. Soeharno, 2007,Teori Mikroekonomi, , Yogyakarta, Penerbit Andi
Rosyidi, suherman,2006, Pengantar Teori Ekonomi. Jakarta : PT. RajaGrafindo persada
[1] Ir. Adiwarman A. Karim, Mikro ekonomi islam, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2010) hlm. 5
[2] Prof. Dr. Soeharno, Teori Mikroekonomi, (Yogyakarta: penerbit andi, 2007) hal. 23
[3] Rosyidi, suherman, Pengantar Teori Ekonomi. (Jakarta : PT. RajaGrafindo persada, 2006) hlm.78
[4] ibid.
[5] Ir. Adiwarman A. Karim, Mikro ekonomi islam, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2010) hlm. 10
[6]ibid., hlm. 6
Post a Comment for "Makalah Pengantar Ekonomi Mikro Islam"